Kamis, 10 Mei 2012

Sepatu Harapan Untuk Pak Dahlan


          Sepatu Harapan
Oleh: Haris Abdullah
Menjadi pesepakbola handal adalah mimpi hampir setiap anak lelaki. Termasuk aku. PerDam-FC, adalah klub kebanggaan kampung kami. Klub berumur sebulan yang terbentuk oleh impian anak-anak. Klub yang memiliki dua belas pemain, tanpa pelatih bahkan lapangan. Lahan satu-satunya yang terletak di tengah-tengah kampung sungguh serbaguna. Pagi setelah subuh, biasanya ibu-ibu muda bermain bulutangkis, sedangkan kami, dapat jatah siang atau sore. Dan kami memanfaatkannya dengan baik.
Aku lupa jadwal pertandingan waktu itu, seingatku setelah lebaran baru digelar, tahun 1995, dan aku masih duduk di kelas empat SD. Dengan semangat darah anak-anak, kami berlatih tanpa kenal waktu. Terlebih selama Ramadhan seluruh sekolah diliburkan, maka selepas subuhpun kami berlatih karena ibu-ibu cuti bermain. Beberapa hari kemudian, kami kedatangan “lawan” yang mengajak kami latih-tanding. Sungguh, semangat kami tak terkirakan waktu itu. Kami menyepakatinya.
Saat pertandingan kecil itu digelar, lawan menertawakan kami. Ya, kami akui, tertawaan itu wajar kami dapatkan. Betapa tidak? Tak satupun diantara kami yang memakai sepatu bola: ceker ayam! Tapi kami tak gentar, meski lawan terkenal bagus kami gigih memberikan perlawanan. Skor 0-1 untuk kemenangan kami. Inilah pertandingan perdana dalam sejarah PerDam-FC.
Melihat perjuangan kami, pak RT memberikan respon positif. Beliau memberikan lahan itu buat kami sepenuhnya dan membantu kami membayarkan uang pendaftaran ikut pertandingan termasuk merekrut seorang pelatih dari salah satu SSB di Kota Bandung, Pak Teja. Sekali lagi, kami buat beliau kagum. Namun satu syarat yang menyebabkan kami harus ekstra berkorban: sepatu. Kami sangat menginginkannya, tapi sayang, rata-rata kehidupan kami tidak mendukung.
Satu celah harapan terbentang: lebaran. Ya, hanya lebaran yang beri kami hadiah. Selemah apapun kondisi ekonomi, bila menjelang lebaran, tak ada satupun orangtua yang tega membiarkan anaknya gigit jari tanpa pakaian baru. Maka, kamipun bekerja ala anak-anak PerDam-FC...
Juan Pratama, striker utama kami, pembobol gawang lawan di pertandingan pertama, menangis meraung-raung pada ayahnya. Wawan, pemain sayap kiri ini memilih menghantarkan makan sahur untuk ibunya yang bekerja di pabrik, menurutnya itu cara paling ampuh untuk meluluhkan kepelitan ibunya. Ujang Gaok, pengatur serangan ini lain kisah, dia menjadi kuli bangunan ikut pamannya, dengan harapan dapat THR. Berbeda dengan Deden, bek tengah ini memang sudah dapat jatah dari bibinya yang berdagang di pasar. Sedangkan aku, kiper kebanggaan desa Pasawahan ini lebih suka ikut tetangga dagang ikan mas keliling, upah Rp.1500  perhari selalu aku simpan di saku kutang nenekku.
Alhasil, kami merayakan idul fitri di tengah lapangan...***
Sekitar dua minggu lebaran berlalu, pertandinganpun dimulai dengan menggunakan sistem gugur dan diikuti oleh 16 klub peserta dari penjuru kampung. Lapangan Desa Pasawahan jadi pilihan, luasnya hanya cukup untuk rotasi enam pemain. Nampak semua klub begitu antusias dan bersemangat, tak tertinggal pula PerDam-FC. Kami klub pertama yang bertanding waktu itu. Melawan klub tetangga, Angga Carang FC.
Pertandingan berlangsung 2X30 menit, alot dan melelahkan. Tapi kami selalu giat melawan hingga wasit meniup pluit panjang. Penonton bergemuruh ketika sepatu Juan Pratama diangkat dan kami membungkuk hormat. Kami menang!
Lima hari kemudian, di posisi delapan besar kami melawan klub Curug Candung (saya lupa nama klubnya), skor telak menjadi milik kami—4-0. Namun sayang, di pertandingan dua hari berikutnya kami mesti menyerah pada ketangguhan klub Karasak, yang menjadikan mereka kampiun masa itu.
Keesokan harinya setelah lelah melawan SSB tuan rumah untuk memperebutkan tempat ketiga serta menyaksikan pengumuman hasil pertandingan final, kami pulang dan berkumpul di rumah Pak RT yang sudah dikerumuni warga. Kami duduk melingkar menghadap ke arah meja bundar menatap sepatu-sepatu kami yang berjejer rapi mengawal sebuah benda bertuliskan, “Perbas Dalam Football Club, Juara Harapan I Pertandingan Sepakbola Piala SIPUR”.
“Juara Harapan”. Harapan yang selalu terpancar hingga kini, meski kami tak menjadi juara.
***